Wednesday, May 6, 2009

REPOSISI PERAN PENDIDIKAN DALAM PENINGKATAN IPM

Untuk menghadapi persaingan global yang semakin ketat, mutu pendidikan sangat perlu perbaikan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui perubahan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, maupun peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan. Dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru-guru dituntut untuk mampu mengimplementasikannya di dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memiliki sejumlah kompetensi yang memadai dalam memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didiknya.
Upaya peningkatan kompetensi guru telah dilakukan melalui penataran-penataran, pelatihan-pelatihan berbasis kompetensi untuk semua mata pelajaran. Harapannya, guru-guru memiliki kompetensi yang memadai untuk diimplementasikan di tempat kerjanya masing-masing. Namun, harapan ini menjadi sirna ketika kita mendengar guru-guru kembali menerapkan pola lama. Upaya ini menjadi sia-sia jika tidak ada kemauan dari semua komponen penyelenggara pendidikan untuk melakukan perbaikan ke arah yang baik atau menindaklanjuti hasil pelatihan. Kebiasaan-kebiasaan buruk, baik sikap dan tingkah laku (behaviorism) guru-guru maupun pengawas, komponen penyelenggara sekolah dan komponen lainnya sudah saatnya untuk ditinggalkan. Transformasi perubahan kultur di lingkungan kerja masing-masing guru dan penyelenggara pendidikan sangat diperlukan, supaya mutu pendidikan dapat diperbaiki dengan sungguh-sungguh. Perubahan kultur tidak hanya tentang merubah perilaku staf, tetapi juga memerlukan suatu perubahan di dalam cara dimana institusi dimenej dan dipimpin (Edward Salis, 1993).
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000, tentang Program Pembangunan Nasional yang berisi tentang perintisan pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Mengajar, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19/tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), keduanya merupakan bentuk daripada upaya peningkatan mutu tenaga kependidikan secara nasional.

LATAR BELAKANG LAHIRNYA PPK-IPM (Mengapa harus dikompetisi ?)
Berdasarkan hasil kajian UNDP (United Nation Development Project) tahun 1999 (Jalal, 2005), prestasi IPA peserta didik di sekolah menengah di Negara Republik Indonesia berada pada posisi urutan ke-32 dari 38 negara peserta dunia.
Sorotan tentang rendahnya mutu pendidikan di Indonesia ditunjukkan oleh prestasi Matematika dan IPA pada hasil survey TIMSS-R (The Third International Mathematics and Science Study-Repeate), dalam bidang matematika, Indonesia menduduki peringkat 34 di bawah Negara Iran dari 38 Negara yang berpartisipasi. Sementara dalam bidang IPA, Indonesia menduduki peringkat 32 di bawah Negara Iran dari 38 Negara yang berpartisipasi. Urutan pertama untuk matematika dan IPA masing-masing adalah Singapura dan Taiwan. Sedangkan posisi Negara Indonesia secara umum dari hasil yang diperoleh TIMSS-R menduduki posisi peringkat 32 dari 38 negara (Jalal, 2006). Dan dari hasil kajian tahun 2005 yang dilakukan oleh HDI (Human Development Index), posisi Negara Indonesia berada pada urutan peringkat 110 di antara negara di berbagai dunia. Posisi tersebut di bawah Negara Vietnam. Sedangkan posisi “literacy science” Negara Indonesia berada pada posisi ke-4 (empat) dari bawah dari 41 negara yang disurvey oleh PISA (Programme for International Student Assessment) sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Hayat (dalam Rustaman, 2007).
Di samping itu, yang melatarbelakangi lahirnya PPK-IPM di Jawa Barat juga didasarkan pada beberapa target 2009 dari SBY-JK, yakni:
-Kinerja ekonomi makro: PERTUMBUHAN EKONOMI: 7 %
-Kesempatan kerja: PENGANGGURAN TERBUKA: 5,2%
-Penghapusan kemiskinan: % PENDUDUK MISKIN: 8,2%
-Peningkatan akses terhadap pendidikan yang berkualitas
-Peningkatan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas
-IPM Indonesia peringkat 91 secara GLOBAL
Jawa Barat juga mempunyai target untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yakni di tahun 2010 mencapai 80%, apakah ini bisa terealisir ataukah hanya mimpi? Jawabnya bergantung pada keseriusan kita dalam melaksanakan program itu.
Untuk di tingkat Kota/Kabupaten (Desentralisasi) di Jawa Barat dalam melaksanakan PPK-IPM ini, harus ada langkah bersama (terpadu) saling bahu membahu untuk mewujudkan program tersebut di atas. Ada 3(tiga) alasan, kenapa PPK-IPM harus dikompetisikan? Ketiga alasan tersebut adalah sebagai berikut, yakni:
1) Visi Jawa Barat untuk menjadi Provinsi Termaju di Indonesia tahun 2010.
2) Tingkat kompetisi Provinsi Jawa Barat yang masih perlu ditingkatkan. (Competitiveness)
3) Akselerasi dengan dana terbatas.

APA DAN MENGAPA IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
IPM merupakan suatu ukuran kualitas sumber daya manusia. Indeks Pembangunan Manusia dibangun oleh Tiga Komponen Indeks , yakni:
I. Peluang hidup (longevity) – Menunjukkan INDEKS KESEHATAN:
1. Angka Harapan Hidup (AHH).
2. Angka Kematian Bayi (AKB).
II. Pengetahuan (knowlegde) - Menunjukkan INDEKS PENDIDIKAN:
1. Angka Melek Huruf (AMH) dan
2. Rerata Lama Sekolah (RLS)
Masing-masing dari penduduk berusia 15 tahun ke atas.
III. Standar hidup layak (decent living) – Menunjukkan INDEKS DAYA BELI:
PDB per kapita untuk mengukur standar hidup layak.

PERAN PENDIDIKAN DALAM PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Pendidikan merupakan salah satu indeks dari ketiga komponen pembangun Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pendidikan inilah dapat menunjukkan ukuran pengetahuan (Knowledge) yang diindikasikan dengan (1). Angka Melek Huruf (AMH) dan (2). Rata-rata Lama Sekolah (RLS).
Peran pendidikan dalam akselerasi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diimplementasikan dalam bentuk program. Implementasi Program Bidang Pendidikan dalam peningkatan indeks pembangunan manusia di Kabupaten Kuningan dalam bentuk:
1) Kegiatan Penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional (KF) Berbasis Institusi Lokal
2) Kegiatan Penyelenggaraan SMP Terbuka, dan
3) Kegiatan Penyelenggaraan Kelompok Belajar Paket “B” Berbasis Pesantren

Rencana awal di bulan Januari tahun 2006 untuk kegiatan di bidang pendidikan dalam mempercepat (Akselerasi) Indeks Pembanguan Manusia (IPM) di Kabupaten Kuningan. Berdasarkan data SUSEDA Tahun 2005 di Kabupaten Kuningan masih terdapat 46.301 (5,23%) dari total 885.306 penduduk usia 10 tahun keatas yang tidak dapat baca-tulis. Masih belum optimalnya angka melek huruf ini disebabkan kurang optimalnya partisipasi pendidikan dan terbatasnya daya beli masyarakat serta terbatasnya kemampuan pendanaan Pemerintah Daerah dalam pemberantasan buta aksara. Masih banyaknya masyarakat yang buta huruf di Kabupaten Kuningan berpengaruh langsung kepada Angka Melek Huruf terutama di daerah perdesaan. Dengan memperhatikan keadaan tersebut, telah dirumuskan Program Pengembangan Penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional Berbasis Institusi Lokal.
Program ini memiliki sisi inovatif yang membedakannya dari kegiatan keaksaraan fungsional yang selama ini biasa dilakukan. Perbedaan tersebut terletak pada adanya pelibatan yang bersifat intrinsik lembaga (institution) lokal, antara lain kelompok pengajian dan PKK. Selain itu, Program ini memiliki sifat activity based yaitu suatu program yang ditulangpunggungi oleh aktivitas, bukan investasi yang bersifat mengadakan barang, yang diarahkan pada peningkatan kapasitas masyarakat (capacity building).
Mekanisme pokok yang ditempuh dalam implementasi Program ini adalah peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness) dan pengembangan kemampuan masyarakat (capacity building) dalam konteks kemampuan keaksaraan (baca tulis). Sensitivitas Indeks Pendidikan dan IPM terhadap Program ini tinggi. Hal ini karena Keberhasilan pelaksanaan Program ini akan langsung mengungkit Angka Melek Huruf (AMH) yang merupakan salah satu peubah (variable) yang dihitung langsung dalam penentuan Indeks Pendidikan. Kegiatan yang tercakup dalam Program ini adalah Pengembangan Keaksaraan Fungsional.
Kegiatan yang diusulkan oleh Kabupaten Kuningan pada Tahun 2007 di bidang Pendidikan dalam Program Pengembangan Keaksaraan Fungsional Berbasis Institusi Lokal yaitu:

a. Pengembangan Keaksaraan Fungsional (KF)
Masih banyaknya jumlah penduduk yang buta huruf di Kabupaten Kuningan berpengaruh langsung kepada Angka Melek Huruf terutama di daerah perdesaan, sehingga perlu dilakukan kegiatan Pengembangan Keaksaraan Fungsional.
Untuk meningkatkan angka melek huruf ini perlu dilakukan kegiatan pemberantasan buta huruf melalui program Keaksaraan Fungsional. Kegiatan Pengembangan Keaksaraan Fungsional bertujuan untuk menciptaan kemampuan membaca dan menulis, berhitung yang aplikatif terhadap kehidupan sehari-hari serta dilengkapi pula dengan kegiatan peningkatan keterampilan bagi warga belajar sehingga kegiatan ini dapat memberikan kemampuan praktis yang bersifat life skill.
Out come yang diharapkan yaitu masyarakat yang buta huruf semakin sedikit, masyarakat yang telah mengikuti kegiatan Keaksaraan Fungsional diharapkan dapat semakin termotivasi untuk memperoleh pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan sehari-hari sehingga terdapat peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Kegiatan pengembangan keaksaraan fungsional erat kaitannya dengan Angka Melek Huruf sebagai salah satu varibel dalam Indeks pendidikan. Artinya apabila jumlah orang yang melek huruf meningkat akan berdampak positif terhadap peningkatan Indeks Pendidikan.
Keadaan AMH tahun 2005 yaitu 94,12 dan target tahun 2006 yaitu 95,24. Sasaran Program Keaksaraan Fungsional melalui program PPK IPM yaitu 7.000 orang (15,11%) dari penduduk usia 10 tahun ke atas yang buta huruf. Sasaran yaitu warga buta huruf murni, putus sekolah SD kelas 1,2 dan 3; prioritas usia 10-44 tahun; pengangguran dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Bagan I: Disain Pelaksanaan Program Pengembangan Penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional Berbasis Institusi Lokal.
PENDUDUK BUTA HURUF: 42.367 ORG (4,67%)

PELAKSANAAN BELAJAR MENGAJAR KELOMPOK BELAJAR
JML KELP: 175
JML Warga Belajar : 3.500 orang

PENYELENGGARAAN KEGIATAN STAKEHOLDER IDENTIFIKASI CALON WARGA BELAJAR

IDENTIFIKASI CALON WARGA BELAJAR AMH 2008 : 97,68

OUT PUT 2008 : 3.500 ORG

PELAKSANAAN UJIAN

REKRUITMEN DAN PELATIHAN TUTOR 175 ORG

OUT COME BERKURANGNYA PENDUDUK BUTA HURUF

Akar masalah dari implementasi program pengembangan penyelenggaraan keaksaraan fungsional berbasis institusi lokal di Kabupaten Kuningan adalah masih banyaknya jumlah penduduk yang buta huruf sehingga akan berpengaruh langsung kepada Angka Melek Huruf (AMH) terutama di daerah pedesaan, sehingga perlu dilakukan program keaksaraan fungsional.
Tujuan dari implementasi program pengembangan penyelenggaraan keaksaraan fungsional berbasis institusi lokal ini adalah meningkatkan Angka Melek Huruf (AMH). Peningkatan AMH ini akan mendongkrak dan memberikan dorongan langsung terhadap peningkatan Indeks Pendidikan (IP) dan akhitnya bermuara pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Kuningan.
Program keaksaraan fungsional erat kaitannya dengan Angka Melek Huruf sebagai salah satu varibel dalam Indeks pendidikan. Artinya apabila jumlah orang yang melek huruf meningkat akan berdampak positif terhadap peningkatan Indeks Pendidikan.
Keadaan AMH tahun 2006 yaitu 94,75 dan target tahun 2007 yaitu 96,14. Sasaran Program Keaksaraan Fungsional melalui program PPK-IPM tahun 2008 yaitu 3.500 orang. Sasaran yaitu warga buta huruf murni, putus sekolah SD kelas 1,2 dan 3; prioritas usia 10-44 tahun; pengangguran dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Apabila program ini berjalan sesuai dengan rencana akan meningkatkan Angka Melek Huruf sebesar pada tahun 2008 sebesar 97,68.
Keaksaraan fungsional berbasis institusi lokal yaitu dalam pelaksanaan kegiatan diintegrasikan institusi lokal seperti: kelompok pengajian, majelis taklim, karang taruna, dan PKK


Aspek-aspek dasar progam keaksaraan fungsional meliputi:
a. Keterampilan dasar, yaitu berkaitan dengan kemampuan baca tulis dan berhitung (calistung) warga belajar
b. Keterampilan fungsional, yaitu kemampuan warga belajar dalam menggunakan keterampilan membaca, menulis, berhitung dalam kegiatan sehari-hari
Instansi yang terkait dalam program ini yaitu Dinas pendidikan, Bapeda, Kantor Depag Camat, Kepala UPTD SD, Kepala Desa dan didukung oleh seluruh stake holder dalam bidang pendidikan yaitu, PGRI, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, PKK, Dewan Mesjid Indonesia, Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FK PONTREN),
Selain itu faktor pendukung program keaksaraan fungsional yaitu:Komitmen kuat Pemerintah Daerah yang terwujud dalam membangun pendidikan ; Dukungan dan kesadaran masyarakat (kelompok menengah) tentang pentingnya pendidikan bagi peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) juga adanya lembaga pendidikan tinggi yang berfokus pada pengembangan bidang pendidikan.

Indikator Kinerja
Indikator Kinerja yang digunakan untuk mengukur keberhasilan Program ini adalah Angka Melek Huruf (AMH) yang merupakan proporsi jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang bisa baca tulis dari jumlah kesuluruhan penduduk usia 10 tahun ke atas. Besaran indikator tersebut diukur pada tahap awal, tengah, dan akhir berdasarkan data dan informasi yang dihimpun dari instansi terkait, khususnya BPS dan Dinas Pendidikan. Besaran pada tahap (target) awal ditentukan berdasarkan perkiraan terakhir yang dikeluarkan oleh instansi yang berkompeten, sedangkan pada tahap tengah dan akhir ditentukan dengan memperhitungkan perubahan yang mungkin terjadi pada peubah terkait sebagai implikasi dari implementasi Program dan Kegiatan. Besaran indikator tersebut pada masing-masing tahap tersebut dapat dilihat pada Tabel 1, sebagai berikut:
Tabel 1. Indikator Kinerja Program Pengembangan penyelenggaraan keaksaraan fungsional Berbasis Institusi Lokal.
No
Indikator
AWAL
TENGAH
AKHIR
2006
2007
2008
1
Angka Melek Huruf (AMH)
94,75
96,47
97,68
2
Prosentase Penduduk Melek Hurup
94,75 %
96,47 %
97,68 %
3
Sasaran Program
3.730 orang
7000 orang
3500 orang

Indikator kinerja tersebut di atas dapat tercapai dengan asumsi:
1. Seluruh peserta warga belajar menyelesaikan kegiatan secara tuntas selama 4 bulan.
2. Laju pertumbuhan jumlah penduduk diasumsikan sama setiap tahunnya yaitu 0,91
Keberlanjutan (Sustainability).
Program pengembangan penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional berbasis institusi lokal merupakan program yang banyak melibatkan masyarakat dan juga dapat secara langsung menyentuh pada penyelesaian akar masalah buta huruf serta banyaknya potensi masyarakat yang dapat berperan dalam penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional.
Program akan terus berlanjut pada pasca PPK, prosentase warga buta huruf huruf diproyeksikan tahun 2009 menurun menjadi 1,89% dan tahun 2010 diproyeksikan menurun menjadi 1,47%. Kegiatan berlanjut sampai tidak ada penduduk yang buta huruf di Kabupaten Kuningan. Sumber biaya dalam keberlanjutan program Keaksaraan Fungsional bersumber dari APBD II, APBD I dan APBN. Kegiatan keaksaraan fungsional yang sudah berjalan menjadi program prioritas untuk dilanjutkan melalui sumber pendanaan reguler.

Penanggung jawab program.
Penanggung Jawab Program : Kepala Dinas Pendidikan
Pelaksana Program:
Pelaksana Program Tingkat Kabupaten : Dinas Pendidikan
Pelaksana Program Tingkat Kecamatan : UPTD SD
Peranan Dinas Pendidikan:
· Menyiapkan kurikulum/ materi program Keaksaraan Fungsional;
· Mengadakan pelatihan Tutor;
· Membina dan memantau setiap tahapan pelaksanaan kegiatan keaksaraan fungsional
· Mengadakan dan memantau pelaksanaan ujian akhir
Mengeluarkan Surat Tanda Serta Belajar (STSB) kepada warga belajar yang telah lulus
Pelaporan
Peranan Stake Holder:
· Membantu memotivasi dan mengkoordinasikan lembaga, organisasi atau pihak yang menjadi binaan untuk mendukung Program Keaksaraan Fungsional.
· Membantu mengidentifikasi sasaran program/ identifikasi warga buta huruf.
· Menyebarluaskan informasi program keaksaraan fungsional kepada masyarakat setempat;
· Memotivasi warga buta huruf agar ikut serta dalam program Keaksaraan Fungsional


Peranan Pengelola program keaksaraan fungsional yaitu:
· Melaksanakan proses pembelajaran;
· Menilai hasil pembelajaran
· Mengelola Kelompok Belajar;
· Membuat laporan kemajuan Kelompok Belajar

Bagan 2: Organisasi Pelaksanaan Program pengembangan penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional berbasis institusi lokal.
Penanggungjawab Program
Kepala Dinas Pendidikan


Tingkat Kabupaten
Penyelenggara Kegiatan Keaksaraan Fungsional


Kelompok
Belajar
Koordinatror Pelaksana
Tingkat Kecamatan

Kepala UPTD Pendidikan

Tim Pelaksana Program
Dinas Pendididkan,
Koordinatror Pelaksana
Tingkat Desa



Kelompok
Belajar


Penyelenggara Kegiatan Keaksaraan Fungsional
Kelompok
Belajar


Stake Holder
Depag, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, Forum Komunikasi Pesantren, Dewan Mesjid Indonesia



Tingkat Kecamatan




Tingkat Desa


Tingkat Desa

Penyelenggara Kegiatan Keaksaraan Fungsional













Jejaring Kegiatan
Pelaksanaan Kegiatan dalam program ini melibatkan banyak pihak yang terjalin dalam suatu jejaring (network) berupa siklus tertutup keterkaitan peran antar pihak. Uraian mengenai kerangka jejaring tersebut dapat dilihat pada Tabel 32 sebagai berikut.
Tabel 2. Kerangka Jejaring kegiatan dalam Program pengembangan penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional berbasis institusi lokal (siklus tertutup).
UNSUR
INSTITUSI
PERAN
PEMBAGIAN BENEFIT
Pemerintah
Dinas Pendidikan
· Menyiapkan kurikulum/ materi program Keaksaraan Fungsional;
· Mengadakan pelatihan Tutor;
· Membina dan memantau setiap tahapan pelaksanaan kegiatan keaksaraan fungsional
· Mengadakan dan memantau pelaksanaan ujian akhir
· Mengeluarkan sertifikat STTB kepada warga belajar yang telah lulus
· Pelaporan

Peningkatan AMH Kabupaten

Depag
· Mengkoordinasikan Majelis Taklim, Dewan Mesjid dalam penyelenggaraan kegiatan Keaksaraan Fungsional
· Identifikasi lembaga keagamaan yang akan terlibat dalam kegiatan Keaksaraan Fungsional
· Membina dan memotivasi Majelis Taklim, Dewan Mesjid untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan Keaksaraan Fungsional
Meningkatnya peranan Depag dalam pemberdayaan umat

BKKBCS
· Melakukan pendataan keluarga/ data mikro keluarga (anggota keluarga yang tidak bisa baca tulis)
· Mengkoordinasikan permasalahan keluarga dengan stake holder
· Melakukan penggerakan kegiatan komunikasi informasi dan edukasi keaksaraan fungsional
Meningkatkan tahapan keluarga/ kesejahteraan ke arah yang lebih baik

Kelompok Masyarakat
Pengelola KF (Majelis Taklim, Pesantren)
· Melaksanakan proses pembelajaran;
· Menilai hasil pembelajaran
· Mengelola Kelompok Belajar;
· Membuat laporan kemajuan Kelompok Belajar
Bertambahnya penduduk melek huruf

Masyarakat Peserta Kegiatan KF
· Terdaftar/ mendaftarkan diri sebagai peserta Keaksaraan Fungsional
· Mengikuti proses belajar mengajar
· Mengikuti Ujian
Mempunyai kemampuan baca, tulis, hitung (lanjut)Stake Holder, PGRI ,Dewan Pendidikan, Dewan Mesjid. Forum Komunikasi Pondok Pesantren
· Membantu identifikasi sasaran program/ identifikasi warga buta huruf.
· Menyebarluaskan informasi program keaksaraan fungsional kepada masyarakat setempat;
· Memotivasi warga buta huruf agar ikut serta dalam program Keaksaraan Fungsional

Meningkatnya partisipasi dan eksistensi stake holder dalam kegiatan kemasyarakatan
Sumber Pembiayaan
a. Dana PPK IPM Jawa Barat
b. APBD Kabupaten
c. Stake holders dalam bentuk kegiatan
· Menjamin kelangsungan kegiatan
Pemanfaatan dana publik tepat sasaran dan efisien Riset Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Repulbik Indonesia
Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan
Kantor Litbang Kabupaten Kuningan
Dukungan kajian, penelitian dan pengembangan implementasi Program Keaksaraan Fungsional

Referensi dalam pengembangan kajian ilmiah
Sumber Informasi
Departemen Pendidikan, Dinas Pendidikan, media massa dan internet, Penyediaan data dan pedoman dalam pelaksanaan program keaksaraan fungsional
Adanya kejelasan dalam pelaksanaan program Keaksaraan Fungsional
Lingkungan Budaya Setempat
Lembaga Keagamaan (Dewan Mesjid)
Lembaga Sosial (Karang Taruna, PKK)
Mengkoordinir peserta dan memfasilitasi pelaksanaan program dan menumbuhkan partisipasi masyarakat dala program Keaksaraan Fungsional
Meningkatnya kemampuan baca tulis bagi masyarakat buta huruf, kemampuan baca tulis diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Lokasi
Program Program pengembangan penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional berbasis institusi lokal dilaksanakan di 95 desa yang tersebar di 9 kecamatan yang mencakup 350 kelompok belajar. Lokasi tersebut merupakan wilayah dengan kondisi AMH yang memerlukan pengentasan.

Pelaksanaan Keaksaraan Fungsional Tahun 2007
Kegiatan pengembangan Keaksanaan Fungsional pada tahun 2007 terdiri dari 7.000 warga belajar dengan jumlah kelompok sebanyak 350. Pelaksanaan kegiatan dibagi dalam dua tahap yaitu

Tahap I dilaksanakan pada Bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2007 sebanyak 188 kelompok dengan Jumlah sasaran 3.760 WB
n Kecamatan Cibingbin 60 kelompok (1.200 WB)
n Kecamatan Ciwaru 40 kelompok (800 WB)
n Kecamatan Garawangi 30 kelompok (600 WB)
n Kecamatan Maleber 58 kelompok (1.160 WB)

Tahap II dilaksanakan pada Bulan September sampai dengan Desember 2007. sebanyak 162 kelompok dengan jumlah sasaran 3.240 WB
n Kecamatan Cidahu 30 kelompok (600 WB)
n Kecamatan Cibeureum 28 kelompok (560 WB)
n Kecamatan Lebakwangi 59 kelompok (1.180 WB)
n Kecamatan Japara 35 kelompok (700 WB)
n Kecamatan Cigandamekar 10 kelompok (200 WB)
Adapun perkembangan kegiatan diuraikan dalam tabel 2 di bawah ini.


Tabel 2

PERKEMBANGAN KEGIATAN KF
Kegiatan
Sub Kegiatan
Prosentase Kemajuan
Keterangan
Pengembangan Keaksaraan Fungsional
Penyusunan Pedoman dan Petunjuk Teknis KF 100 %
350 buku
Perekrutan dan orientasi tutor 100% = 350 tutor
Pelaksanaan kegiatan Keaksaraan Fungsional 88 % = 7.000 Warga Belajar
35.000 buku pelajaran
Monitoring dan Evaluasi 90%

Hambatan dalam pelaksanaan KF diantaranya yaitu adanya keterlambatan dana untuk kegiatan ujian tahap I untuk 188 kelompok dengan Jumlah sasaran 3.760 WB. Upaya tindak lanjut yaitu pelaksanaan Ujian Keaksaraan Fungsional akan dilaksanakan pada bulan Desember 2007.
Nilai anggaran kegiatan keaksanaan fungsional pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 1.491.379.000, realisasi penyerapan biaya kegiatan keaksaraan fungsional mencapai 79,98%.

A. PROGRAM PENINGKATAN PARTISIPASI PENDIDIKAN SECARA TERPADU
Masih rendahnya Angka Partisipasi Sekolah, khususnya untuk tingkat SLTP, menyebabkan belum optimalnya Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Kabupaten Kuningan, khususnya di daerah yang belum begitu berkembang yang umumnya terletak di pelosok. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang masih rendah merupakan salah satu penyebab penting dari belum optimalnya Indeks Pendidian di Kabupaten Kuningan. Rata-rata Lama Sekolah penduduk Kabupaten Kuningan baru mencapai 6,88 tahun, sedangkan target program Wajib Belajar Pendidikan Dasar adalah 9 tahun. Penduduk Kabupaten Kuningan yang berusia diatas 13 tahun yang tidak sekolah mencapai 17.716 orang (27,53%) yang tersebar hampir diseluruh kecamatan di Kabupaten Kuningan. Bertolak dari itu, telah dirumuskan Program Peningkatan Partisipasi Pendidikan secara Terpadu.
Program ini merupakan program berbasis aktivitas yang diarahkan untuk meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan formal sehingga diharapkan berdampak meningkatkan RLS, Indeks Pendidikan, dan IPM. Mekanisme utama yang ditempuh dalam implementasi Program ini adalah penyadaran masyarakat dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pendidikan tingkat SMP dan pendidikan bagi masyarakat yang belum melek huruf. Kegiatan yang dilaksanakan untuk menyukseskan Program ini adalah Kampanye Pendidikan Dasar 9 Tahun, Penyelenggaraan SMP Terbuka di daerah pelosok yang memiliki aksesibilitas relatif rendah, dan Pengembangan Kelompok Belajar Paket B Berbasis Pesantren.
Kegiatan Kampanye Pendidikan Dasar 9 Tahun dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dan motivasi untuk mengikuti pendidikan tingkat SMP. Kegiatan SMP terbuka dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekolah bagi anak usia sekolah yang tidak dapat sekolah formal karena kendala letak geografis dan ekonomis. Dengan kegiatan ini maka terdapat pendekatan pelayanan bagi anak usia sekolah, atau anak dapat sekolah sambil bekerja membantu orang tua. Sedangkan kegiatan Pengembangan Kelompok Belajar Paket B Berbasis Pesantren diarahkan untuk mendayagunakan lembaga pendidikan non formal lokal (pesantren) yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan formal dalam rangka meningkatkan RLS. Kegiatan yang diusulkan oleh Kabupaten Kuningan pada Tahun 2007 di bidang Pendidikan dalam Program Peningkatan Partisipasi Pendidikan Secara Terpadu yaitu:

a. Penyelenggaraan SMP terbuka
Rata-rata Lama Sekolah penduduk Kabupaten Kuningan baru mencapai 6,88 tahun. Sedangkan target program Wajib Belajar Pendidikan Dasar adalah 9 tahun. Dari data yang ada diperoleh bahwa, penduduk Kabupaten Kuningan yang berusia di atas 13 tahun yang tidak sekolah mencapai 17.716 orang (27,53%) yang tersebar hampir diseluruh kecamatan di Kabupaten Kuningan.
Tingkat Partisipasi Pendidikan masih belum optimal disebabkan Kesadaran untuk bersekolah belum optimal dan adanya kultur ingin cepat memperoleh penghasilan, Daya beli masyarakat masih rendah untuk melanjutkan pendidikan, Kondisi prasarana perhubungan di daerah pelosok belum memadai (aksesibilitas rendah)
Tingkat Partisipasi Pendidikan masih belum optimal terutama partisipasi masyarakat untuk menyekolahkan pada jenjang SLTP (APM SD=93,83 APM SMP 67,02, APM SMA 27,79). Masih belum optimalnya partisipasi sekolah menyebabkan masih belum optimalnya pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun.
Tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan keperensertaan Angka Partisipasi Sekolah serta mengkampanyekan pendidikan dasar 9 tahun dalam mewujudkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan jenjang pendidikan. Selain itu, kegiatan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sekolah bagi anak usia sekolah yang tidak dapat sekolah formal karena kendala letak geografis dan ekonomis. Dengan kegiatan ini, maka terdapat pendekatan pelayanan bagi anak usia sekolah, atau anak dapat sekolah sambil bekerja membantu orang tua.

Pelaksanaan Kegiatan SMP Terbuka Tahun 2007
Kegiatan SMP Terbuka pada tahun 2007 terdiri dari 1.000 siswa dengan jumlah tempat kegiatan belajar (TKB) 30. Uraian siswa SMP terbuka yaitu:
1. Kecamatan Maleber 115 orang
2. Kecamatan Cimahi 141 orang
3. Kecamatan Luragung 100 orang
4. Kecamatan Subang 53 orang
5. Kecamatan Darma 20 orang
6. Kecamatan Cibingbin 100 orang
7. Kecamatan Cidahu 74 orang
8. Kecamatan Ciwaru 105 orang
9. Kecamatan Pancalang 50 orang
Adapun perkembangan kegiatan diuraikan dalam tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3

PERKEMBANGAN KEGIATAN SMP TERBUKA

Kegiatan
Sub Kegiatan
Prosentase Kemajuan
Keterangan
SMP Terbuka
Penyusunan Pedoman dan Petunjuk Teknis SMP Terbuka 100 %
50 buku
Perekrutan dan orientasi guru bina dan guru pamong 100%
180 guru bina dan 30 guru pamong
Pelaksanaan kegiatan SMP Terbuka 83 %
1.000 siswa
500 buku pelajaran
Monitoring dan Evaluasi 90%


Hambatan dalam pelaksanaan SMP Terbuka tahun 2007 yaitu jumlah sasaran SMP terbuka dari 1.000 orang tidak seluruhnya tercapai, sasaran yang terdaftar yaitu 758 orang siswa (75,8%), hal ini desebabkan karena sebagian calon siswa Paket B masuk ke SMP Satu Atap.
Karena berkurangnya sasaran SMP terbuka dari 1.000 menjadi 758 maka solusinya yaitu anggaran untuk siswa tidak diserap seluruhnya.
Nilai anggaran kegiatan SMP Terbuka pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 212.250, realisasi penyerapan biaya kegiatan SMP Terbuka mencapai 95,59%.

b. Pengembangan Kelompok Belajar Paket ‘B ‘ berbasis pesantren
Peningkatan partisipasi pendidikan melalui program PPK terdiri dari kegiatan kampanye wajar dikdas, selain penyelenggaraan SMP terbuka juga dilaksanakan Kejar Paket B berbasis Pesantren.
Keterlibatan pesantren dalam program ini adalah, karena secara umum masyarakat Kabupaten Kuningan (98%) adalah pemeluk Agama Islam. Jumlah pondok pesantren yang ada sebanyak 274 ponpes dengan jumlah santri sebanyak 29.519 orang. sehingga dengan mengintegrasikan pendidikan dasar 9 tahun akan menunjang terhadap upaya peningkatan Indeks Rata-rata Lama Sekolah.
Tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan keperansertaan Angka Partisipasi Sekolah. Pengembangan Kelompok Belajar Paket B berbasis Pesantren bertujuan untuk memberikan solusi kepada permasalahan kesempatan untuk mengikuti pendidikan dasar setingkat SMP/MTs. sekaligus meningkatkan pengetahuan keagamaan khususnya bagi warga belajar.

Pelaksanaan Paket B Berbasis Pesantren Tahun 2007
Kegiatan Paket B Berbasis Pesantren pada tahun 2007 terdiri dari 3.100 warga belajar dengan jumlah kelompok sebanyak 155. Uraian kelompok belajar paket B yaitu:
1. Kec. Ciwaru (20 kelp = 400 org)
2. Kec. Cidahu (20 kelp = 400 org)
3. Kec. Lebakwangi (18 kelp = 360 org)
4. Kec. Maleber (15 kelp = 300 org)
5. Kec. Cibingbin (23 kelp = 460 org)
6. Kec. Cigandamekar (18 kelp = 360 org)
7. Kec. Ciawigebang (11 kelp = 220 org)
8. Kec. Garawangi (24 kelp = 480 org)
9. Kec. Kuningan ( 6 kelp = 120 org)

Perkembangan kegiatan diuraikan dalam tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4

PERKEMBANGAN KEGIATAN KEJAR PAKET “B” BERBASIS PESANTREN
Kegiatan
Sub Kegiatan
Prosentase Kemajuan
Keterangan
Kejar Paket B Berbasis Pesantren
Penyusunan Pedoman dan Petunjuk Teknis Paket B 100 %
160 buku
Perekrutan dan orientasi tutor 100% = 930 tutor
Pelaksanaan kegiatan Paket B 92 % = 3.100 Warga Belajar
15.500 buku pelajaran
Monitoring dan Evaluasi 90%

Hambatan dalam pelaksanaan Paket diantaranya yaitu adanya keterlambatan dana untuk pencetakan buku sehingga warga belajar baru menerima buku pada bulan Agustus 2007.
Nilai anggaran kegiatan Paket B Berbasis Pesantren pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 2.497.105.500, realisasi penyerapan biaya kegiatan Paket B Berbasis Pesantren mencapai 71,79%.

Latar Belakang Usulan Program dan Kegiatan
Rata-rata Lama Sekolah penduduk Kabupaten Kuningan Tahun 2006 baru mencapai 7,16 tahun. sedangkan target program Wajib Belajar Pendidikan Dasar adalah 9 tahun. Dari data yang ada diperoleh bahwa, penduduk Kabupaten Kuningan yang berusia diatas 13 tahun yang tidak sekolah mencapai 17.716 orang (27,53%) yang tersebar hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Kuningan.
Tingkat Partisipasi Pendidikan masih belum optimal terutama partisipasi masyarakat untuk menyekolahkan pada jenjang SLTP (APM SD=93,83 APM SMP 67,02, APM SMA 27,79). Masih belum optimalnya partisipasi sekolah menyebabkan masih belum optimalnya pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun. Kesadaran untuk bersekolah belum optimal dan adanya kultur ingin cepat memperoleh penghasilan, Daya beli masyarakat masih rendah untuk melanjutkan pendidikan, dan kondisi prasarana perhubungan di daerah pelosok belum memadai (aksesibilitas rendah)
Akar masalah yang ingin dipecahkan yaitu kesadaran yang rendah tentang pentingnya pendidikan serta adanya budaya (sikap umum) ingin cepat memperoleh penghasilan dan letak geografis yang menyebabkan sulitnya mendapat akses pendidikan.

Peningkatan partisipasi pendidikan diantaranya Kejar Paket B berbasis Pesantren.
Keterlibatan pesantren dalam program ini adalah, karena secara umum masyarakat Kabupaten Kuningan (98%) adalah pemeluk agama Islam. Jumlah pondok pesantren yang ada sebanyak 274 ponpes dengan jumlah santri sebanyak 29.519 orang. sehingga dengan mengintegrasikan kepada pendidikan dasar 9 tahun akan menunjang terhadap upaya peningkatan Indeks Rata-rata Lama Sekolah.
Tujuan yang ingin dicapai yaitu meningkatkan keperansertaan Angka Partisipasi Sekolah. Pengembangan Kelompok Belajar Paket B berbasis Pesantren bertujuan untuk memberikan solusi kepada permasalahan kesempatan untuk mengikuti pendidikan dasar setingkat SMP/MTs. sekaligus meningkatkan pengetahuan keagamaan khususnya bagi warga belajar.

Ciri Inovasi Kreatif
Biasanya kegiatan Paket B dilaksanakan 3 tahun, satu tahun dua semester.
Inovasi kegiatan Paket B berbasis pesantren yaitu melaksanakan percepatan (akselerasi) melalui pemadatan kegiatan dari 3 tahun menjadi 2 tahun. Pemadatan terjadi pada semester 1 dan 2 (bulan Januari 2007 s.d. Juni 2007). Semester 3 dilaksanakan bulan Juli s.d. Desember 2007, Semester 4 dilaksanakan bulan Januari s.d. Juni 2008, serta semester 5 dan 6 dilaksanakan bulan Juli s.d. Desember 2008. Sedangkan Ujian Nasioanl akan dilaksanakan pada bulan Mei/ Juni 2009.

Penetapan Kelompok Sasaran dan Lokasi Kegiatan
Sasaran Program Kejar Paket B berbasis Pesantren pada tahun 2007 yaitu sebanyak 3.100 orang (22,57%) yang terdiri dari:
1. Kec. Ciwaru (20 kelp = 400 org)
2. Kec. Cidahu (20 kelp = 400 org)
3. Kec. Lebakwangi (18 kelp = 360 org)
4. Kec. Maleber (15 kelp = 300 org)
5. Kec. Cibingbin (23 kelp = 460 org)
6. Kec. Cigandamekar (18 kelp = 360 org)
7. Kec. Ciawigebang (11 kelp = 220 org)
8. Kec. Garawangi (24 kelp = 480 org)
9. Kec. Kuningan ( 6 kelp = 120 org)

Peta Lokasi Kegiatan Paket B Berbasis Pesantren
Keterangan:


Paket B
U

0 comments:

Post a Comment

 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by RUSSAMSI MARTOMIDJOJO CENTRE | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks