HEADLINE NEWS

PEMBELAJARAN KOOPERATIF GUNA MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Sunday, June 28, 2009
Belajar kooperatif merupakan suatu pembelajaran dalam kondisi belajar bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil (sekitar 3 – 5 orang siswa) untuk tujuan bersama. Siswa yang satu bertanggung jawab terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang telah berhasil dalam memahami pembelajaran membantu siswa lainnya agar berhasil.
Dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari lima orang, biasanya terdiri dari seorang siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi, dua orang berkemampuan sedang dan dua orang lagi berkemampuan akademik kurang. Dengan kemampuan siswa yang beragam tersebut akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk saling mengajar dan saling mendukung, sehingga akhirnya semua siswa dalam kelompok memiliki kemampuan yang seimbang.
Belajar kooperatif memberikan manfaat bagi siswa dan guru. Bagi guru, belajar kooperatif ini sangat membantu dalam tugasnya. Hal ini dikarenakan setiap dua orang siswa akan dibantu oleh seorang siswa yang berkemampuan akademik tinggi, sehingga siswa yang berkemampuan akademik tinggi dapat menjadi tutor sebaya (Peer Teaching) bagi keberhasilan kelompoknya. Bagi siswa yang berkemampuan akademik tinggi akan dengan mudah menerima materi pelajaran baru, dia akan lebih bisa menguasai pengetahuan dan keterampilan barunya. Dia juga akan melatih dirinya untuk bisa bekerja sama dan berbagi sesame teman sebayanya.
Pada umumnya, dalam mengambil keputusan kelompok dapat didominasi oleh siswa yang suaranya paling nyaring/keras atau oleh siswa yang banyak bicaranya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus diberikan kesempatan bicara yang sama dalam kontribusi atau ide-idenya. Gokhale (1993) menyatakan, bahwa pembelajaran kolaboratif menuntut adanya pertukaran ide-ide secara aktif dalam kelompok kecil tidak hanya meningkatkan minat antar anggota kelompok tetapi juga akan memperkembangkan berpikir kritis.
Belajar kooperatif dapat mendorong siswa untuk melakukan diskusi dalam kelompok kecil siswa. Mereka dipaksa untuk dilatih dalam mengemukakan pendapat dengan memberikan alasannya, menanggapi pendapat orang lain, mengevaluasi pendapat orang lain, dan mampu membuat keputusan yang tepat. Interaksi di antara anggota kelompok akan membantu siswa belajar ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dari siswa lain.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran biologi, Davidson (1990) menyatakan, bahwa ada tiga hal yang menarik dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) permasalahan biologi, idealnya cocok untuk didiskusikan secara kelompok sebab memiliki solusi yang dapat didiskusikan secara obyektif, Seorang siswa dapat mempengaruhi siswa lainnya dengan argumennya yang logis; (b) materi biologi dapat didiskusikan dengan beberapa cara yang berbeda dan siswa dalam kelompok dapat mendiskusikan manfaat penyelesaian dengan cara yang berbeda; (c) ruang lingkup materi biologi dipenuhi dengan banyak ide menarik dan juga menantang sehingga bermanfaat apabila didiskusikan.
Mc Keachie (Ruseffendi, 1988) menyatakan bahwa, untuk aspek kognitif kompleks metode diskusi ini lebih baik daripada metode ceramah, sebab pada metode diskusi para peserta diskusi itu akan aktif dan terjadi interaksi serta umpan balik. Selain daripada itu, metode diskusi dapat meningkatkan pengertian dalam pemahaman konsep dan kemampuan memecahkan masalah. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pemahaman konsep yang telah dipelajari.
Russefendi (1988) menyatakan, bahwa di dalam metode diskusi siswa secara langsung dituntut untuk selalu aktif untuk berpartisipasi. Siswa dilatih untuk berpikir kritis, siap mengemukakan pendapat dengan tepat, berpikir secara obyektif dan menghargai pendapat orang lain. Begitu pula pendapat Mwerinde dan Ebert (Dahlan, 2004) menyatakan, bahwa dalam pembelajaran matematika, strategi belajar kooperatif lebih mendorong siswa terhadap berpikir kritis, berpikir tingkat tinggi dan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, meningkatkan kemampuan matematika dan juga meningkatkan sikap yang positif terhadap materi matematika.
Dalam berdiskusi seseorang tidak dipandang sebagai lawannya, melainkan dipandang sebagai kawan yang diajak bersama-sama untuk mencari kebenaran. Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan pendapatnya yang tersimpan di dalam nalar jiwa seseorang. Menurut Sokrates, di dalam diskusi akan ada tanya jawab dan tanya jawab ini lama kelamaan akan meningkat dan mendalam sehingga melahirkan pikiran yang kritis. Pengajaran yang dilakukan oleh Sokrates merupakan metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Metode pengajaran ini difokuskan pada pemberian pertanyaan pada siswa tetapi tidak untuk dijawab secara langsung.
Kunci agar siswa berpikir kritis adalah pada bentuk-bentuk pertanyaan yang diberikan pada siswa. Tujuan daripada pengajaran Sokrates adalah membuat pertanyaan-pertanyaan yang mendorong siswa mencapai pemahaman pada tahap tinggi. Di dalam metode yang digagas oleh Sokrates memuat dialog antara seorang pengajar dengan yang diajar sedemikian sehingga siswa akan menemukan sendiri konsep, rumus, dan prosedur yang diharapkan melalui serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pengajar. Dalam menemukan konsep, rumus, dan prosedur, siswa mungkin berkolaborasi dengan siswa lainnya. Oleh karena itu, pengajaran yang dilakukan Sokrates dapat dipandang sebagai strategi pengajaran dengan setting kelompok. Pengajaran gaya Sokrates ini, sekarang dikenal dengan pengajaran kooperatif.
Dalam upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaian pemecahan masalah (Problem Solving) perlu adanya perubahan paradigma dalam pembelajaran, yaitu dari paradigma guru mengajar berubah menjadi siswa belajar bagaimana belajar (Learning to learn) dan dari pandangan biologi sebagai produk berubah menjadi biologi sebagai proses. Kegiatan pembelajaran di kelas menempatkan posisi siswa bukan sebagai obyek belajar, tetapi sebgaia subyek pembelajaran. Siswa mendapatkan peran yang sangat besar dalam kegiatan belajar mengajar, tidak lagi sebagai pendengar atau penyerap ilmu, tetapi siswa memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk mengkonstruksi pemahamannya sendiri terhadap konsep dan prinsip yang dipelajarinya.
Read Full 0 comments

KLOROPLAS

Saturday, June 6, 2009
Kloroplas merupakan anggota khusus dari keluarga organel tumbuhan yang berkerabat dekat, yang disebut plastid. Kloroplas mengandung banyak pigmen yang membuat buah dan bunga mempunyai corak jingga dan kuning. Kloroplas mengandung klorofil pigmen hijau bersama-sama dengan enzim dan molekul lain yang berfungsi dalam produksi makanan dengan cara fotosintesis. Sel sebagian besar tumbuhan tinggi umumnya mengandung antara 50

A.Struktur Dan Fungsi Kloroplas
Kloroplas berbentuk lensa dengan satu sisi/permukaan cembung dan permukaan lain cekung, datar atau cembung, dengan ukuran 2 - 4 µm x 5 – 10 µm. dilihat dari atas nampak seperti elips. Membran luar kloroplas mengandung porin permeable terhadap senyawa dengan ukuran BM 10.000 Da. Membran dalam impermeable pergerakan molekul melalui transporter. Membran dalam membentuk tilakoid, merupakan salah satu fungsi dari grana, selain itu grana juga berfungsi sebagai mesin fotosintesis.
Kloroplas terdapat dalam daun dan organ tumbuhan hijau lainnya dan dalam algae eukariotik. Pada tumbuhan rendah dan terutama pada beberapa mikroorganisme, bentuknya sangat berbeda dari yang terlihat pada tumbuhan tinggi dan sering jumlahnya terdapat sedikit. Sebagai contoh:
  1. Euglena gracilis : kurang dari 10 kloroplas/sel
  2. Chlamydomonas : satu kloroplas/sel, berbentuk mangkuk
  3. Spyrogira : satu kloroplas/sel, berbentuk pita yang memanjang di seluruh inti
Pada dasarnya, kloroplas dibatasi oleh dua sistem membran yaitu membran luar dan membran dalam, yang dipisahkan ruang antar membran. Membran dalam dihubungkan dengan suatu kompleks membran yaitu membran bagian dalam yang melintasi bagian dalam kloroplas. Dengan demikian organel itu adalah suatu sistem tiga membran.
Bentuk membran bagian dalam yang paling umum adalah satu kantung yang dipipihkan yang disebut tilakoid. Tilakoid itu disebut stroma. Tumpukan berupa tilakoid disebut grana, sehingga masing-masing tilakoidnya disebut tilakoid grana. Tilakoid yang memanjang ke stroma disebut tilakoid stroma. Bagian dalam tilakoid disebut lokulus.
Fungsi utama kloroplas adalah sebagai mesin fotosintesis, yaitu serial reaksi yang dikendali kan oleh cahaya kemudian menghasilkan molekul organik dari CO2 atmosferik. Tumbuhan, alga, serta cyanobacteria menggunakan elektron dari air dan energi dari cahaya matahari untuk mengubah CO2 menjadi senyawa organik dan dari proses ini akan dihasilkan O2 ke atmosfere (proses autotrof).

B.Membran Kloroplas
Membran-membran pada kloroplas membatasi tiga kompartemen yang terpisah yaitu ruang antar membran, stroma dan lokulus.Reaksi-reaksi fotosintesis bergantung cahaya berlangsung dalam tilakoid sedang reaksi asimilasi (fiksasi) CO2 terjasi dalam stroma.Secara umum membran pada kloroplas dibagi menjadi:
  1. Membran luar. Membran luar kloroplas tumbuhan tinggi dipisahkan dari membran dalam oleh ruang kira-kira 10 nm. Membran tersebut permeabel bagi bermacam-macam senyawa dengan berat molekul rendah seperti nukleotida, fosfat organik, derivat-derivat fosfat, asam karboksilat dan sukrosa. Dengan demikian ruang antar membran mengandung molekul-molekul nutrien sitosol.
  2. Membran dalam. Membran dalam bekerja sebagai pembatas fungsional antara sitosol dan stroma. Membran dalam tidak fermeabel bagi sukrosa dan berbagai anion, misal di- dan triarboksilat, fosfat dan senyawa-senyawa seperti nukleotida dan gula fosfat.Membran dalam fermeabel bagi CO2 dan asam-asam monokarboksilat tertentu, misal asam asetat, asam gliserat, dan asam glikolat. Membran dalam kurang fermeabel bagi asam amino. Membran dalam mengandung protein pembawa tertentu untuk mengangkut fosfat, fosfogliserat, dihidroksiaseton fosfat, dikarboksilat dan ATP.
C. Bentuk-bentuk kloroplas
Pada tumbuhan tinggi bentuk kloroplas berupa lensa dengan satu sisi/permukaan cembung dan permukaan lain cekung, datar atau cembung. Namun pada beberapa alga dan cyanobacteria bentuk kloroplas bervariasi. Seperti pada spirogyra memiliki bentuk kloroplas yang spiral (berupa pilin), Ulothrix memiliki bentuk kloroplas berbentuk panjang dan bergerombol, zignema memiliki bentuk kloroplas seperti bintang, ada juga yang berbentuk seperti cangkir, seperti pita, dan sebagainya.

D. Sistem membran bagian dalam
Sistem membran bagian dalam yang terdapat dalam stroma membuat suatu jalinan yang sangat kompleks. Membran tilakoid mengandung enzim lengkap untuk melaksanakan reaksi-reaksi fotosintesis yang bergantung cahaya. Membran tilakoid merupakan tempat klorofil, pembawa-pembawa elektron dan faktor-faktor yang menggabungkan transpor elektron dengan fosforilasi.

E. Reaksi Fotosintesis
Fotosintesis dibagi menjadi 2 yaitu:

F. Stroma dan Inklusinya
Stroma mengandung enzim-enzim yang penting untuk melaksanakan asimilasi CO2 dan mengubahnya menjadi karbohidrat. Beberapa macam partikel juga terdapat seperti butir pati, plastoglobulin, yaitu tempat penyimpanan lipida, plastokinon dan tokoforilkinon. Stroma juga mengandung ribosom dan DNA.

G. Komposisi Kimia Membran Kloroplas
Membran tilakoid kira-kira 50% terdiri ats lipida, kurang lebih 10% dari padanya adalah fosfolipid. Lipida yang khas bagi klorofil adalah galaktolipida dan sulfolipida, yang masing-masing 45% dan 4% dari total lipida. Selain itu terdapat molekul-molekul lipida seperti klorofil, karotenoid dan plastokinon. Jumlah klorofil kira-kira 20% dari lipida total membran tilakoid.

H. Struktur dan Sifat Genom Kloroplas.
Kloroplas mempunyai tingkat otonomi di dalam sel yang dalam banyak hal sama dengan mitokondria. Dalam stroma terdapat DNA. Dengan genom itu sejumlah protein khas kloroplas dibuat dengan menggunakan ribosom yang juga terdapat dalam stroma. Kloroplas juga melakukan replikasi.

I. Replikasi dan Diferensiasi Kloroplas
Kloroplas berasal dari kloroplas yang sudah ada selama daur hidup tumbuhan tinggi dan diteruskan ke sel-sel turunannya selama pembelahan sel. Tipe pembelahan sama seperti pada mitokondria. Penyempitan terjadi dekat tengah-tengah plastida dan kedua turunan dihasilkan dari pemisahan membran-membran di daerah itu.
Umumnya pembelahan kloroplas tidak serempak di dalam jaringan atau sel tumbuhan. Sejumlah faktor-faktor lingkungan mempengaruhi replikasi dan diferensiasi, karena itu puncak replikasi akan terlihat apabila keadaan lingkungan optimal.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Campbell, Neil A., et al. 2000. Biologi. Edisi kelima jilid I. Jakarta: Erlangga
  2. Raven, P.H. & G. B. Johnson. 2002. Biology. 6th ed. McGraw-Hill Companies, Inc., New York: xxiv + 1238 hlm.
  3. Reksoatmodjo, I. 1994. Biologi Sel. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
  4. Siregar, A. 1990. Biologi Sel. Diktat Kuliah Jurusan Biologi FMIPA – ITB: Bandung
Read Full 0 comments

KETERAMPILAN PROSES SAINS

Saturday, May 30, 2009

KETERAMPILAN PROSES SAINS

Beberapa alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan ketrampilan proses sains dalam kegiatan pembelajaran, yaitu : Alasan pertama, perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga para guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep kepada anak didiknya; Alasan kedua, sesuai dengan pendapat para ahli psikologi yang mengatakan bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret, contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dengan mempraktekkan sendiri upaya penemuan konsep melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan benda-benda yang benar nyata; Alasan ketiga, penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif. Suatu teori mungkin terbantah dan ditolak setelah orang mendapatkan data baru yang mampu membuktikan kekeliruan teori yang dianut. Muncul lagi teori baru, yang prinsipnya mengandung kebenaran relatif; Alasan keempat, dalam proses pembelajaran seharusnya pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dari diri anak didik.

Berdasarkan keempat alasan ini dicari cara mengajar-belajar yang sebaik-baiknya dengan melakukan pendekatan yang baru. Pendekatan itu adalah cara belajar siswa aktif yang mengembangkan ketrampilan proses. Ketrampilan proses ini melibatkan ketrampilan-ketrampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Ketrampilan proses atau intelektual terlibat dengan melakukan ketrampilan proses peserta didik menggunakan pikirannya. Ketrampilan manual jelas terlibat dalam ketrampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan ketrampilan proses dimaksudkan agar tercipta interaksi antara sesama anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dengan ketrampilan proses.

Ada sembilan jenis-jenis ketrampilan proses, sebagai berikut:

a) Melakukan pengamatan (observasi)

b) Menafsirkan pengamatan (interpretasi)

c) Mengelompokkkan (klasifikasi)

d) Meramalkan (prediksi)’

e) Berkomunikasi

f) Berhipotesis

g) Merencanakan percobaan atau penyelidikan

h) Menerapkan konsep atau prinsip

i) Mengajukan pertanyaan

Contoh ketrampilan proses dalam fisika (merencanakan percobaan)

Percobaan : Demonstrasi Gerak Jatuh Bebas

Alat dan Bahan :

Dua buah kertas bermassa sama, salah satu kertas diremas sehingga menggumpal (A), dan yang satu berupa lembaran (A’).

Disediakan pula dua buah bola kecil B dan B’ yang bentuk sama dengan bobotnya berlainan. Disediakan pula mistar

Cara percobaan:

1. Naiklah ke kursi yang kuat dan peganglah remasan kertas di tangan kiri A dan lembaran kertas di tangan kanan A’

2. Ukurlah ketinggian benda dari lantai, misal h

3. Lepaskan benda kertas remas dan lembaran kertas tepat bersama

4. Amati mana yang lebih dahulu A atau A’

5. Ulangi percobaan dengan bola B dan B’ yang bobotnya berbeda

6. Tuliskan data-data dari percobaan ini

Masalah untuk diskusi

1. Mengapa lembaran kertas lebih lambat sampai di lantai dibanding remasan kertas walaupun keduanya bermassa sama ?

2. Mengapa kedua bola sampai di tanah jatuhnya bersamaan walaupun massanya berbeda ?

3. Apakah gerak jatuh benda dipengaruhi oleh massa benda ?

4. Apakah gerak jatuh benda dipengaruhi oleh bentuk benda ?

5. Apakah ada faktor lain selain gravitasi yang berpengaruh pada gerak jatuh bebas?

6. Apa yang dimaksud dengan gerak jatuh bebas ?

Konsep Fisika

1. Benda jatuh ke bawah karena gaya tarik bumi lebih besar dari pada gaya ke atas

2. Tanpa adanya gaya-gaya lain yang bekerja pada benda yang bergerak di atas bumi, gerak benda hanya dipengaruhi oleh gaya tarik bumi

3. Gaya tarik bumi terhadap bumi disebut berat benda

4. Percepatan gerak benda yang bergerak menuju bumi dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada benda

5. Gaya gesekan udara dan gaya tekan udara pada benda akan berpengaruh terhadap gerak jatuh bebas dari benda

6. Gerak jatuh bebas adalah gerak benda yang jatuh ke bumi tanpa dipengarui oleh gaya-gaya lain yang dapat bekerja pada benda

A. Merencanakan percobaan atau penyelidikan

1. Disediakan dua buah kertas bermassa sama, salah satu kertas diremas sehingga menggumpal (A) dan yang satu berupa lembaran (A’). Disediakan pula dua buah bola kecil B dan B’ yang bentuknya sama dengan bobot yang berlainan.

Cara percobaan :

1. Naiklah ke kursi yang kuat dan peganglah remasan kertas di tangan kiri (A) dan lembaran kertas di tangan kanan (A’)

2. Ukurlah ketinggian benda dari lantai, misal h

3. Lepaskan benda kertas remas dan lembaran kertas tepat bersama

4. Amati mana yang lebih dahulu A atau A’

5. Ulangi percobaan dengan bola B dan B’ yang bobotnya berbeda

Pertanyaan :

1. Apakah gerak jatuh benda dipengaruhi oleh massa benda ?

2. Apakah gerak jatuh benda dipengaruhi oleh bentuk dari benda ?

2. Alat dan Bahan : Bidang miring berlekuk lurus dengan ganjal berkemiringan, penggaris, stopwatch, bola neker atau lainnya, dan busur derajat

Cara percobaan :

1. Atur kemiringan dari bidang miring dan ukur sudut kemiringan

2. Tentukan suatu jarak SAB dari puncak alur A sampai ke posisi B

3. Letakkan dan pegang bola di titik A

4. Ambil stopwatch dan nyalakan stopwath sesaat bola dilepaskan

5. Saat bola sampai B matikan stopwatch dan nyatakan waktu tempuh t selama bola bergerak dari A ke B

6. Ulangi percobaan untuk kemiringan yang berbeda

7. Buatlah tabel percobaan untuk mencatat hasil percobaan

Kemiringan α (o)

SAB

t

t2

a = 2s/t2

Keterangan

















Pertanyaan :

1. Apakah lintasan bola dari gerak bola adalah lurus ?

2. Apakah kecepatan bola semakin besar ?

3. Apakah terjadi perubahan kecepatan ?

4. Apakah terjadi percepatan ?

5. Apakah berubahnya kecepatan secara beraturan ?

B. Menganalisis

1. Empat buah vektor A, B, C, dan D memiliki arah dan besar seperti pada gambar berikut :

Pernyataan yang benar adalah :

C

D B

A

a. A + B + C = D d. B + C + D = A

b. A + B + D = C e. A + B + C + D = 0

c. A + C + D = B

2. Perhatikan gambar gaya-gaya berikut ini ! Resultan ketiga gaya tersebut adalah ......

3 N

60o

3 N 60o

6 N

a. 0 N b. 2 N c. 2(3)½ N d. 3 N e. 3(3)½ N

C. Menerapkan konsep

1. Yanto berlari mengelilingi lapangan yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari 28 m, dia mulai start dari titik A (seperti pada gambar di bawah).



Oval:           28 m


A B

Jika Yanto kembali ke titik A lagi berapa jarak dan perpindahan yang sudah ditempuhnya ?

2. Sepotong kapr yang massanya 20 gr jatuh bebas dari ketinggian 10 m di atas tanah. Jika gesekan antara kapur dengan udara diabaikan (g = 10ms-2), tentukan kecepatan kapur pada sampai di tanah

D. Mengelompokkan

Besaran-besaran fisika di bawah ini yang merupakan besaran vektor adalah
A. Perpindahan, kecepatan, percepatan, dan gaya D. Kecepatan, gaya, kuat arus, medan magnet

B. Perpindahan, jarak, momentum, dan impuls E. Percepatan, gaya, momentum, suhu,

C. Percepatan, gaya, momentum, impuls, usaha

Read Full 0 comments

MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK SEBAGAI ALTERNATIVE MENGATASI MASALAH PEMBELAJARAN

Thursday, May 28, 2009


1. PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang begitu pesat pada era globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal. Perubahan itu telah berdampak pada setiap aspek kehidupan, termasuk pada system pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan yang luar biasa itu terbentuknya suatu ‘kumonitas global’, lebih parah lagi karena komunitas global itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan: revulusi informasi telah menghadirkan dunia baru yang benar-benar hyper-reality.

Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak bias lagi hanya bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas social yang konstan. Manusia dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali posisi sehubungan dengan factor-faktor tersebut dalam rangka membangu sebuah konstruksi social-personal yang memungkin atau yang tampaknya memungkinkan. Jika masyarakat mampu bertahan dalam menghadapi tantangan perubahan di dalam dunia pengetahuan, teknologi, komunikasi serta konstruksi social budaya ini, maka kita hasrus mengembangkan proses-proses baru untuk menghadapi masalah-masalah baru ini. Kita tidak dapat lagi bergantung pada jawaban-jawaban masa lalu karena jawaban-jawaban tersebut begitu cepatnya tidak berlaku seiring dengan perubahan yang terjadi. Pengetahuan, metode-metode, dan keterampilan-keterampilan menjadi suatu hal yang ketinggalan zaman hamper bersamaan dengan saat hal-hal ini memberikan hasilnya. Degeng (1998) menyatakan bahwa kita telah memasuki era kesemrawutan. Era yang datangnya begitu tiba-tiba dan tak seorang pun mampu menolaknya. Kita harus masuk di dalamnya dan diobok-obok. Era kesemrawutan tidak dapat dijawab dengan paradigma keteraturan, kepastian, dan ketertiban. Era kesemrawutan harus dijawab dengan paradigma kesemrawutan. Era kesemrawutan ini dilandasi oleh teori dan konsep konstruktivistik; suatu teori pembelajaran yang kini banyak dianut di kalangan pendidikan di AS. Unsure terpenting dalam konstruktivistik adalah kebebasan dan keberagaman. Kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan pa yang mampu dan mau dilakukan oleh si belajar. Keberagaman yang dimaksud adalah si belajar menyadari bahwa individunya berbeda dengan orang/kelompok lain, dan orang/kelompok lain berbeda dengan individunya.

Alternative pendekatan pembelajaran ini bagi Indonesia yang sedang menempatkan reformasi sebagai wacana kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan hanya di bidang pendidikan, melainkan juga di segala bidang. Selama ini, wacana kita adalah behavioristik yang berorientasi pada penyeragaman yang pada akhirnya membentuk manusia Indonesia yang sangat sulit menghargai perbedaan. Perilaku yang berbeda lebih dilihat sebagai kesalahan yang harus dihukum. Perilaku manusia Indonesia selama ini sudah terjangkit virus kesamaan, virus keteraturan, dan lebih jauh virus inilah yang mengendalikan perilaku kita dalam berbangsa dan bernegara.

Longworth (1999) meringkas fenomenan ini dengan menyatakan: ‘Kita perlu mengubah focus kita dan apa yang perlu dipelajari menjadi bagaimana caranya untuk mempelajari. Perubahan yang harus terjadi adalah perubahan dari isi menjadi proses. Belajar bagaimana cara belajar untuk mempelajari sesuatu menjadi suatu hal yang lebih penting daripada fakta-fakta dan konsep-konsep yang dipelajari itu sendiri’.

Oleh karena itu, pendidikan harus mempersiapkan para individu untuk siap hidup dalam sebuah dunia di mana masalah-masalah muncul jauh lebih cepat daripada jawaban dari masalah tersebut, di mana ketidakpastian dan ambiguitas dari perubahan dapat dihadapi secara terbuka, di mana para individu memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukannya untuk secara berkelanjutan menyesuaikan hubungan mereka dengan sebuah dunia yang terus berubah, dan di mana tiap-tiap dan kita menjadi pemberi arti dari keberadaan kita. Beare & Slaughter (1993) menagaskan, ‘Hal ini tidak hanya berarti teknik-teknik baru dalam pendidikan, tetapi juga tujuan baru. Tujuan pendidikan haruslah unutk mengembangkan suatu masyarakat di mana orang-orang dapat hidup secara lebih nyaman dengan adanya perubahan daripada dengan adanya kepastian. Dalam dunia yang akan datang, kemampuan untuk menghadapi hal-hal baru secara tepat lebih penting daripada kemampuan untuk mengetahui dang mengulangi hal-hal lama.

Kebutuhan akan orientasi baru dalam pendidikan ini terasa begitu kuat dan nyata dalam berbagai bidang studi, baik dalam bidang studi eksakta maupun ilmu-ilmu social. Para pendidik, praktisi pendidikan dan kita semua, mau tidak mau harus merespon perubahan yang terjadi dengan mengubah paradigma pendidikan. Untuk menjawab dan mengatasi perubahan yang terjadi secara terus-menerus, alternative yang dapat digunakan adalah paradigmna konstruktivistik.

2. Hakikat Pembelajaran Behavioristik dan Pembelajaran Konstruktivistik

a. Hakikat Pembelajaran Behavioristik

Thornike, salah seorang penganut paham behavioristik, menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang sisebut stimulus (S) dengan respon ® yang diberikan atas stimulus tersebut. Pernyataan Thorndike ini didasarkan pada hasil eksperimennya di laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, monyet, dan ayam. Menurutnya, dari berbeagai situasi yang diberikan seekor hewan akan memberikan sejumlah respon, dan tindakan yang dapat terbentuk bergantung pada kekuatan keneksi atau ikatan-ikatan antara situasi dan respon tertentu. Kemudian ia menyimpulkan bahwa semua tingkah laku manusia baik pikiran maupun tindakan dapat dianalisis dalam bagian-bagian dari dua struktur yang sederhana, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian, menurut pandangan ini dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, menurut Hudojo (1990:14) teori Thondike ini disebut teori asosiasi.

Selanjutnya, Thorndike (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hokum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon serting terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hokum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan – yang telah terbentuk akibat tejadinya asosiasi antara stimulus dan respon – dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.

Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hamper senada dengan hokum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus – respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan penguatan negative adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku (Bell, 1981:151).

b. Hakikat pembelajaran Konstruktivisme

Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.

Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.

Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.).

Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

3. Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik

Fornot mengemukakan aaspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.

Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.

Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.

Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.

Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Pengetahuan berjenjang tersebut seperti pada sekema berikut.




Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas. (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.

Pengetahuan berjenjang tersebut dapat digambarkan seperti pada skema berikut:

Secara singkat teori Peaget dan Vygotsky dapat dikemukakan dalam table berikut ini


Tabel 1

Piagetian and Vygotskyan Constructivism



Piagetian Constructivism

Vygotsky Constructivism

Concept

constructivism focus on individual cognitive development through co-constructed learning environments with national, decontextualized thinking as the goal of development

Vygotsky, in order to understand human development, a multilevel analysis using all four levels of history must be employed: sosiocultural constructivism,

Subject of Study

Focus on the development of autonomous cognitive forms within the individual, culminating in rational thought that is decentered from the individual.

argued that individual development cannot be understood without reference to the interpersonal and institutional surround which situates the child

Develop-ment of cognitive forms

the structure of the mind is the source of our understanding of the world.

the construction of knowledge occurs through interaction in the social world. Thus for Vygotsky the development of cognitive forms occurs by means of the dialectical relationship between the individual and the social context

Pembelajaran konstruktivistik dan pembelajaran behavioristik yang dikemukakan oleh Degeng dapat dilihat pada table-tabel berikut

.

Table 2

Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang belajar dan pembelajaran.


Konstruktivistik

Behavioristik

Pengtahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.

Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap , tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.

Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna seta menghargai ketidakmenentuan.

Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar.

Si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Si belajar akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar itulah yang harus dipahami oleh si belajar.

Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistic.

Fungsi mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.


Table 3

Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang Penataan Lingkungan Belajar


Konstruktivistik

Behavioristik

Ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan,

Keteraturan, kepastian, ketertiban

Si belajar harus bebas. Kebebasan menjadi unsure yang esensial dalam lingkungna belajar.

Si belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dahulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial. Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.

Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.

Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.

Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah subjek yang harus memapu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar.

Ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Si belajar adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan.

Control belajar dipegang oleh si belajar.

Control belajar dipegang oleh system yang berada di luar diri si belajar.


Table 4

Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang Tujuan Pembelajaran


Konstruktivistik

Behavioristik

Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn)

Tujuan belajar ditekankan pada penambahan pengetahuan.



Tabe 5

pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang strategi pembelajaran


Konstruktivistik

Behavioristik

Penyejian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan-ke-bagian.

Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar.

Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.

Pembelajaran menekankan pada proses.

Penyajian isi menekankan pada keterampilan yang terisolasi dan akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian-ke-keseluruhan.

Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat.

Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks.

Pembelajaran menekankan pada hasil


Tabe 6

Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang evaluasi


Konstruktivistik

Behavioristik

Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konsteks nyata.

Evaluasi yang menggali munculnya berpikir divergent, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar

Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermkana serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. evaluasi menekankan pad aketerampilan proses dalam kelompok.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan ‘paper and pencil test’

Evaluasi yang menuntu satu jawaban benar. Jawaban benar menunjukkan bahwa si-belajar telah menyelesaikan tugas belajar.

Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasnaya dilakukan setelah kegiatan belajar dengan penekanan pada evaluasi individual.

4. Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik

Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut:

Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview

Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.

Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topic yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Oengungkapan gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognitif.

Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.

Kelima, resrtukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alas an untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.

Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.

Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.

5. Penutup

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengatasi beraneka ragam persoalan dalam pembelajaran yang semakin rumit, maka pembelajaran behavioristik yang selama ini telah digunakan selama bertahun-tahun, tampaknya tidak mampu lagi menjawab semua persoalan pembelajaran, maka perlu mencari alternatif pembelajaran yang lebih mampu mengatasi semua persoalan pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pendekatan konstruktivistik yang telah diuraikan. Pendekatan ini menghargai perbedaan, menghargai keunikan invidu, menghargai keberagaman dalam menerima dan memaknai pengetahuan.pembelajaran konstruktivistik merupakan pembelajaran yang membuat pembelajarnya membangun maknanya sendiri, bukan mentranfer makna/pengetahuan.



Read Full 0 comments
 
Powered By Blogger
Powered By Blogger
Powered By Blogger

© Newspaper Template Copyright by RUSSAMSI MARTOMIDJOJO CENTRE | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks